Loading...

Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual Di Perguruan Tinggi

Diposting Oleh Prof. Dr. Sururin, M.Ag - 05 June 2023 13:57:29 WIB

Foto : Dokumentasi Wakil Koordinator

“Pendidikan tinggi merupakan batu loncatan, maka setiap kampus di Indonesia harus merdeka dari segala bentuk kekerasan dan menjadi lingkungan yang kondusif bagi mahasiswa untuk mengembangkan potensinya”
Nadiem Makarim, Mendikbudristek

31 Mei 2023 Pusat Studi Gender dan Anak UIN Syarif Hidayatullah meluncurkan Satgas TPKS yang diberi nama Rumah Ramah Rahmah dan disingkat dengan ERTRI. Mengapa Satgas TPKS penting untuk diadakan di kampus?

Menurut data Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pada tahun 2022 terdapat 457.895 kasus kekerasan terhadap perempuan. Angka tersebut sedikit berkurang pada tahun sebelumnya, pada tahun 2021 tercatat 459.094 kasus. Data yang dipublikasikan oleh Komnas Perempuan tahun 2021, memperlihatkan bahwa generasi Z yang paling banyak mengalami kekerasan seksual. Dari 3.838 kasus, 1.704 perempuan korban kekerasan dengan rentang usia 18-24 tahun. Jumlah tersebut terbesar di antara kelompok usia lainnya. Usia tersebut adalah rentang sudah selesai studi pada sekolah menengah atas atau usia belajar di perguruan tinggi. Posisi kedua terbanyak kekerasan seksual dialami oleh usia 25-40 tahun.

Menurut UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana kekerasan Seksual Bab 1 ayat 1, yang dimaksud dengan Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan dengan aman dan optimal.

Terdapat 4 jenis kekerasan seksual: kekerasan fisik, kekerasan non fisik, kekerasan verbal dan kekerasan secara daring atau melalui teknologi informasi dan komunikasi. Kasus kekerasan seksual kadang dianggap sepele, karena sulit dibuktikan, akan tetapi dampaknya sangat besar bagi korban dan berjangka Panjang. Dampak psikologis yang sering dialami adalah mengalami trauma, selama bertahun-tahun emosi mudah terpicu dengan ingatan kejadian yang menyakitkan. Secara fisik ada yang rambutnya rontok, nafsu makan berkurang, dan lainnya. Kondisi demikian mengakibatkan korban menjadi terhambat studinya. Tidak sedikit pula korban diancam oleh pelaku.
Sementara, dIlihat dari lokasi kekerasan, secara berurutan tertinggi menurut catatan tahunan Komnas Perempuan tahun 2019 adalah tempat tinggal, tempat umum, tempat kerja dan tempat Pendidikan. Komnas Perempuan mencatat bahwa selama periode 2017-2021 kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan paling banyak terjadi di perguruan tinggi, yakni 35 kasus. Diikuti pesantren dengan 16 kasus, dan sekolah menengah atas (SMA) 15 kasus.

Dari semua unit atau lembaga pendidikan, perguruan tinggi memduduki posisi tertinggi, yaitu 27%. Berdasarkan 174 testimoni dari 79 kampus di 29 kota yang dirilis Tirto.id, dan diinfomasikan Kembali dalam paparan Kemendikbud, menyebutkan bahwa 89% perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual, hanya 4% yang laki-laki. Sementara berdasar Survey Kementrian Pendidikan dan kebudayaan Pendidikan Tinggi meninjukkan bahwa 77% dosen menyatakan kekeasan seksual pernah terjadi di kampus, 63% dari mereka tidak melaporkan kasus yang diketahuinya kepada pihak kampus.

Sementara data yang dijadikan dasar oleh Dirjen Pendis dalam Menyusun SOP kekerasan di PTKI disebutkan dari 16 Perguruan Tinggi di Indonesia yang dipresentasikan pada workshop yang diadakan tanggal 20 – 21 Agustus 2019 menunjukkan bahwa data kasus yang masuk dan dikompilasi adalah 1011 kasus. Data yang terangkum ini didapat berdasarkan Indonesia menggunakan google form kepada para mahasiswa dalam waktu yang singkat (kurang lebih seminggu).

Beragam jenis kekerasan seksual, antara lain: pelecehan seksual secara fisik, verbal, isyarat, tertulis atau gambar, psikologis, perkosaan, intimidasi seksual, eksploitasi seksual, prostitusi paksa, perbudakan seksual, pemaksaan perkawinan, pemaksaan kehamilan, pemaksaan aborsi, pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi, dan penyiksaan seksual.
Paling banyak kekerasan seksual di kampus dilakukan antar sesama mahasiswa 22 kasus, pelaku oleh tenaga kependidikan (Karyawan) 7 kasus, sedangkan oleh dosen 15 kasus. respon korban atas kejadian tersebut beragam. Hal ini terjadi karena memang banyak diantara mereka yang belum memahami tentang kekerasan seksual (KS) dan ketiadaan mekanisme atau prosedur pengaduan resmi atas apa yang mereka alami. Sehingga kasus-kasus yang muncul saat ini umumnya ditangani oleh individu dosen atau pihak struktural kampus, tetapi dengan penanganan yang sangat terbatas. Kondisi ini yang menyebabkan korban kekerasan seksual enggan melaporkan kasusnya.

Menurut Studi Kuantitatif Barometer Kesetaraan Gender: 57% korban kekerasan seksual tidak menyelasaikan kasus kekerasan yang dialami.

Dibutuhkan tempat yang aman dan melindungi pagi korban kekerasan seksual. Pemerintah sudah berupaya merespon kondisi ini melalui pemberlakuan Peraturan Mendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Sebelumnya DIrjen Pendidikan Islam Kementrian Agama RI telah mengeluarkan peraturan terkait dalam SK DIrjen No 3669 tahun 2019 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam.
Dijelaskan pada awal sebagai konsideran bahwa perguruan tinggi keagamaan Islam sebagai satuan pendidikan penyelenggara pendidikan tinggi keagamaan wajib memberikan perlindungan diri pribadi, kehormatan, martabat, dan hak atas rasa aman bagi sivitas akademika dari ancaman dan praktik kekerasan seksual. Dalam pedoman tersebut telah secara dirinci peran yang harus dilakukan oleh PTKI. Dalam Rangka Pencegahan, PTKI melalui PSGA/PSG/PSW atau unit lainnya membentuk Fokal Point di tiap Fakultas sebagai Unit yang berfungsi menerima pengaduan dan laporan dan mendampingi korban bersama PSGA/PSG/PSW. Dan pada tahun 2022 telah disahkan peraturan khusus dalam upaya pencegahan tindak kekerasan seksual, yaitu UU No 12 tahun 2022 tentang TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) .

Apakah PTKIS pada Wilayah Kopertais I telah menindaklanjuti SK Dirjen Pendis No 3669 Tahun 2019 Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, dan UU No 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual?

Mari kita wujudkan kampus yang menjunjung harkat dan martabat manusia, khususnya perempuan, antara lain dengan melakukan tindakan pencegahan kekerasan seksual di kampus dan lingkungan sekitar.

Ciputat, 31 Mei 2023

Referensi:

1. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230525150609-12-953974/komnas-perempuan-catat-457895-kasus-kekerasan-sepanjang-2022
2. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/06/16/perempuan-korban-kekerasan-paling-banyak-dari-generasi-z
3. https://merdekadarikekerasan.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2021/11/MB14-Kampus-Merdeka-dari-Kekerasan-Seksual.pdf
4. https://suakaonline.com/wp-content/uploads/2021/10/DIRJEN-PENDIS-KEMENAG-SOP-KEKERASAN-SEKSUAL-PTKIN.pdf
5. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/06/11/kasus-kekerasan-seksual-di-indonesia-mayoritas-tanpa-penyelesaian

(Dilihat sebanyak 2666 kali)
Bagikan




Foto-foto Lainnya